Saling Bantah, Ini Tanggapan Masing- Masing Kuasa Hukum Terkait Sengketa Lahan di Indogrosir
Makassar,JPM-Tanggapan Kuasa Hukum pihak Ahli waris Abd Jalali Dg Nai serta Legal Manager PT ICC atau Indogrosir, Terkait sengketa lahan yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan Km.18 tepatnya di Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, saling beradu Argumentasi secara hukum.
Menurut pihak Indogrosir, Inriwan Widiarja, SH selaku Legal Manager PT Inti Cakrawala Citra, pada tahun 2016, tanah tersebut dibeli oleh PT Inti Cakrawala Citra (Indogrosir) dengan bukti kepemilkan sudah berupa Hak Guna Bangunan (HGB) No. 21970/Pai atas nama ahli waris Tjondra Karaeng Tola.
Proses pembelian dilakukan dengan lunas dan sesuai dengan syarat dan ketentuan peralihan tanah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Adapun terkait sengketa kepemilikan atas tanah antara ahli waris dari Tjoddo Bin Lauma dengan ahli waris Tjonra Karaeng Tola, sudah dilakukan pengecekan terlebih dahulu pada instansi-instansi berwenang, dan diperoleh fakta bahwa sengketa tersebut telah selesai dan berkekuatan hukum tetap berdasarkan :
- Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 86/Pts.Pdt.G/1997/PN.Uj.Pdg, tertanggal 7 Mei 1998.
- Putusan Pengadilan Tinggi No.397/Pdt/1998/PT.Uj.Pdg, tertanggal 20 Maret 1999.
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 3223 K/Pdt/1999, tertanggal 13 Oktober 2000.
- Putusan Peninjauan Kembali Nomor : 551 PK/Pdt/2002, tertanggal 29 Januari 2004.
Keseluruhan dari Putusan tersebut menyatakan bahwa bukti-bukti berupa Rincik serta dokumen lain yang didalilkan oleh ahli waris Tjoddo tidak berkekuatan hukum dan pemilik bidang tanah saat itu adalah ahli waris dari Tjonra Karaeng Tola, dimana pada tahun 2016, dengan bukti kepemilikan HGB No.21970/Pai, oleh para ahli waris telah dialihkan kepemilikannya kepada PT Inti Cakrawala Citra (Indogrosir).
“Bahwa sebagai warga Negara yang baik kita semua sudah sepatutnya bersikap Kesatria dengan menghormati hasil Keputusan Pengadilan yang ada dan tidak memaksakan kehendak dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum,” tandas Legal Manager PT Inti Cakrawala Citra, Inriwan Widiarja, SH lewat siaran persnya yang diterima media ini, Minggu (28/05/2023).
Menurut Kuasa Hukum Tjdodo, Andi Baharuddin SH, tanah yang dibeli oleh pihak Indogrosir tahun 2014 silam tersebut diduga memakai surat-surat palsu yang ditandai dengan adanya pembatalan sertifikat dari Polrestabes Makassar.
Berdasarkan hasil Labfor No: Lab.25/DTF/2001. Dan telah dibatalkan oleh putusan pengadilan Negeri ujung pandang No : 86/PDT/G/97/PN.UP.
Andi Baharuddin menjelaskan,
“Ini sertifikat Indogrosir sekarang bersumber dari sertifikat yang sudah dibatalkan atau dimatikan, akan tetapi mereka pakai lagi menerbitkan sertifikat Hak Milik No.25952 atas nama Annie Gretha Warow, per tanggal 21 Agustus 2014, lalu menerbitkan lagi sertifikat HGB No.21970 atas nama M.Idrus Mattoreang, per tanggal 13 April 2015 lalu pakai lagi menerbitkan sertifikat HGB No.21970 a/n:54 ahli waris yang dialihkan ke PT.INTI CAKRAWALA CITRA (INDOGROSIR).
“Ahli Waris M.Idrus Mattoreang membuat Sertifikat di atas tanah milik Ahli Waris Tjoodo (Abd Jalali Dg Nai) di KM 18 menggunakan alas hak SHM No. 490 yang melawan hukum karena tidak ada hubungan hukumnya dengan Ahli Waris M. Idrus Mattoreang.”
“SHM Nomor 490 letaknya di KM 20 dan sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung yang dikuatkan SK Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan Nomor : 04/Pbt/PBN-73/2015,” jelas tim kuasa hukum Tjoddo tersebut lewat pesan tertulisnya, sabtu(15/4/2023).
Menurutnya, keluarnya sertipikat HGB Nomor 21970 atas nama Ahli Waris Idrus Mattoreang dengan menggunakan alas Hak Nomor 90 itu adalah Sertipikat Palsu, karena Ahli Waris M.Idrus Mattoreang tidak ada hubungannya dengan SHM Nomor 490, berarti Penerbitan SHGB Nomor 21970 sudah pasti melanggar Pasal 263.
Kuasa hukum menjelaskan, SHGB No.21970 harus disita demi hukum dan siapa pun yang terlibat dalam menerbitkan SHGB No.21970 baik menyuruh menempatkan keterangan Palsu, atau menggunakan SHGB No. 21970 yang Palsu (memuat keterangan palsu) harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Republik Indonesia.
Selanjutnya, pihaknya berharap agar kasus hukum ini pada titik yang sebenar-benarnya, tidak berbicara yang punya kekuatan atau memiliki hak, tetapi dasar memiliki hak seseorang dengan fakta Yuridis.
“Itu bisa dibuktikan,” katanya.
Sementara kuasa hukum lainnya Abd Jalali Dg Nai, ahli waris Tjoddo, yakni Petrus Edy, SH, MH, CPLE, C. Med, dan Frans Parera, SH, kembali memberikan tanggapan tertulis atas pemberitaan di sejumlah media online, terkait keterangan dari Legal Manager PT Inti Cakrawala Citra, Inriwan Widiarja, SH, pada 26 Mei 2023, perihal hak kepemilikan tanah di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan.
Di lokasi itu, kini, telah berdiri bangunan Indogrosir, yang pada 22-25 Mei 2023 sempat ditutup paksa dengan timbunan batu gunung oleh Abd Jalali Dg Nai.
Frans dan Petrus mengakui, bahwa memang benar penuturan Inriwan, ada empat putusan pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali No. 551 PK/Pdt/2002 tanggal 29 Januari 2004, yang menetapkan ahli waris Tjonra Karaeng Tola sebagai pemilik tanah di Kilometer 18.
Namun, tulis Frans dan Petrus, Inriwan seharusnya mengetahui juga, bahwa terbitnya empat putusan pengadilan itu, sesungguhnya terkait dengan aksi saling gugat antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola, melawan Doktor Andrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali.
Keluarga Tjonra Karaeng Tola, dalam hal ini tercatat diwakili oleh Haji Andi Mattoreang, alias Karaeng Ramma, adalah sosok di balik terusir paksanya Abd Jalali Dg Nai, ahli waris Tjoddo, dari tanah di Kilometer 18, dengan berbekal Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1.
Tanah seluas 6,45 hektar di Persil 6 D1 memang tercatat atas nama Tjoddo. Namun, Kohir 51 C1 tercatat atas nama perempuan bernama Sia di Kilometer 17.
Kedua surat dari lokasi berbeda itu direkayasa Karaeng Ramma, guna melahirkan Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1 atas nama ayahnya, Tjonra Karaeng Tola, dan didudukkan paksa di tanah Kilometer 18 milik ahli waris Tjoddo.
Keluarga Tjonra Karaeng Tola, dalam hal ini tercatat diwakili oleh Haji Andi Mattoreang, alias Karaeng Ramma, adalah sosok di balik terusir paksanya Abd Jalali Dg Nai, ahli waris Tjoddo, dari tanah di Kilometer 18, dengan berbekal Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1.
Tanah seluas 6,45 hektar di Persil 6 D1 memang tercatat atas nama Tjoddo. Namun, Kohir 51 C1 tercatat atas nama perempuan bernama Sia di Kilometer 17.
Kedua surat dari lokasi berbeda itu direkayasa Karaeng Ramma, guna melahirkan Surat Rintjik [Simana Boetaja] Nomor 157 Persil 6 D1 Kohir 51 C1 atas nama ayahnya, Tjonra Karaeng Tola, dan didudukkan paksa di tanah Kilometer 18 milik ahli waris Tjoddo.
Atas dasar bukti “palsu” tersebut, maka pada 22 November 2010, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis hukuman enam bulan penjara kepada anggota keluarga Tjonra Karaeng Tola.
Pendudukan paksa atas tanah Kilometer 18 itu, kemudian dilakukan pula oleh Doktor Andrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali. Dengan menggunakan SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warow dari Kilometer 20, ketiganya menerbitkan 281 SHM untuk 281 unit rumah, yang dibangun dalam sebuah kompleks perumahan di tanah Kilometer 18.
Pendudukan paksa itu kemudian digugat oleh Karaeng Ramma, pelaku perampasan paksa pertama atas tanah di Kilometer 18. Hasilnya, dimenangkan oleh Karaeng Ramma, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali.
Selanjutnya, muncul gugatan kedua, kali ini dari Reza Ali, terhadap Karaeng Ramma. Dan hasilnya, lagi-lagi Karaeng Ramma yang dimenangkan Hakim, mulai dari Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali. Status sebagai “pemenang” di Pengadilan Negeri hingga Peninjauan Kembali ini, juga diperoleh Karaeng Ramma, saat digugat untuk ketiga kalinya oleh Achmad Reza Ali.
Ringkasnya, tulis Frans dan Petrus, ada empat putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap terkait perkara saling gugat diantara dua kubu tersebut. Pertama, Putusan Pengadilan Negeri No. 86/Pts.Pdt.G/1997/PN.Uj.Pdg, tanggal 7 Mei 1998. Kedua, Putusan Pengadilan Tinggi No.397/Pdt/1998/PT.Uj.Pdg, tanggal 20 Maret 1999. Ketiga, Putusan Mahkamah Agung RI No.3223 K/Pdt/1999, tanggal 13 Oktober 2000. Dan keempat, Putusan Peninjauan Kembali No. 551 PK/Pdt/2002, tanggal 29 Januari 2004.
Seluruh putusan itu bukanlah perkara antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola melawan ahli waris Tjoddo, melainkan perkara antara Dr. Andrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Ahmad Reza Ali, yang menggunakan SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warow dari Kilometer 20, melawan Karaeng Ramma dan kerabatnya dari Keluarga Tjonra Karaeng Tola, yang memakai Surat Rintjik [Simana Boetaja] No.157, Persil 6 D1 Kohir 51 C1 dari Kilometer 17, yang sudah terbukti sebagai surat palsu.
Berdasar seluruh fakta hukum tersebut, maka menurut Frans dan Petrus, adalah sangat naif dan ambigu, bila seluruh putusan hukum antara pihak-pihak yang berperkara dari Kilometer 17 dan Kilometer 20 tersebut, kemudian justru diletakkan di tanah Kilometer 18.
Frans dan Petrus menilai, ahli waris Tjoddo, Abd Jalali Dg Nai, sesungguhnya menjadi korban di tanahnya sendiri. Sebab, obyek yang diperebutkan dalam aksi saling gugat antara Keluarga Tjonra Karaeng Tola dengan Doktor Andrian Asikin Natanegara, Reza Ali, dan Achmad Reza Ali, adalah tanah yang sah milik Abd Jalali Dg Nai di Kilometer 18.
Atas dasar itu, Frans dan Petrus pun meminta Inriwan Widiarja, selaku Legal Manager PT Inti Cakrawala Citra, untuk meluruskan keterangan yang telah disampaikannya pada 26 Mei 2023, dengan mengacu pada ilmu hukum yang berkeadilan, asas hukum equality before the law, serta menjunjung tinggi kemanusiaan dan keadilan, sebagaimana diamanahkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945.