Gandeng Pemuka Agama dan Aktivis LSM, Kementrian PPN/Bappenas diskusikan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045
Balikpapan,- Dalam rangka mempertajam rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 terkait bidang agama dan kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas mengundang ratusan pemuka agama, aktivis LSM, cendekiawan, dan aparatur pemerintah dari Bali, Kalimantan dan Sulawesi, baik sebagai pembicara maupun sebagai peserta Konsultasi Publik yang diadakan di Hotel Golden Tulip, Balikpapan, Senin (18/06).
Para peserta diberi kesempatan memberi masukan terhadap rancangan awal RPJPN 2025-2045, sehingga rancangan RPJPN tersebut menjadi rencana yang tajam, matang, dan mampu mengatasi berbagai isu strategis yang diidentifikasi menjadi tantangan dan berpotensi menghambat akselerasi pembangunan secara menyeluruh. Beberapa isu tersebut antara lain posisi Pancasila sebagai dasar negara yang belum diimplementasikan sepenuhnya dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Isu lain adalah pembangunan dan modernisasi yang eksploitatif dan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup serta berdampak negatif pada ekosistem alam dan budaya lokal. Kebebasan beragama yang belum disertai dengan kemampuan literasi keagamaan yang inklusif, moderat, dan berorientasi kemaslahatan menjadi isu lain yang muncul sebagai tantangan.
“Demikian juga wawasan dan identitas nasional sebagai bangsa majemuk ternyata tidak serta merta mampu melahirkan kehidupan beragama dan berbudaya yang inklusif, sementara di sisi lain budaya literasi, kreativitas, dan inovasi masyarakat Indonesia tergolong rendah,” terang Didik Darmanto, SSos., MPA, Plt Direktur Bidang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas pada saat membuka acara.
Bappenas telah menyusun rancangan awal strategi dan arah pembangunan dengan pendekatan terpadu pengelolaan warisan budaya dan pengembangan kearifan lokal untuk mendorong produktivitas dan kesejahteraan dan penguatan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak berkebudayaan dan kebebasan ekspresi, serta pemberdayaan masyarakat hukum adat. “Kebijakan dan strategi spesifik juga perlu dilakukan berdasarkan konteks daerah masing-masing,” lanjut Didik. Hal lain yang menjadi penekanan Didik adalah target Indeks Kerukunan umat beragama tahun 2045 yang diharapkan naik menjadi 84,5 dari yang saat ini nilainya 73. Demikian juga Indeks pembangunan kebudayaan naik dari sekitar 51.90 di tahun 2021 menjadi 68,15 di tahun 2045.
Menanggapi uraian penjelasan Didik, Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI), Alissa Wahid, berharap RPJPN memperhatikan subjek pembangunan agama dan budaya. Menurutnya ada 30 juta generasi muslim baru yang berumur 18-35 tahun di tahun 2020 yang memilki karakteristik tertentu yang harus menjadi sasaran pembangunan di bidang agama dan kebudayaan. “Mereka memiliki karakter tech savvy, relijius, modern, dan memiliki daya beli yang tinggi. Diperlukan strategi khusus agar mereka menjunjung moderasi beragama. Tidak menjadi generasi yang intoleran,” ujarnya.
Pembicara kedua, Sukidi, Intelektual Muslim alumni Harvard University, mengusulkan agar strategi dalam RPJPN tidak hanya terkait dengan peningkatan kerukunan dan moderasi agama, tetapi agama dan budaya sebagai landasan tumbuhnya work ethic dan karakter yang kuat. “Sebagaimana negara Jepang, karena pengaruh budaya yang kuat, penduduknya disiplin, suka kebersihan, pekerja keras, produktif dan berdaya saing tinggi. Karakter-karakter tersebut yang dibutuhkan agar masyarakat menjadi sejahtera” ujarnya.
Pembahas lainnya, Peneliti BRIN, Amin Mudzakkir, menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip kesetaraan, tokoh tokoh agama, baik yang moderat maupun yang konservatif dilibatkan dalam penyusunan draft RPJPN lebih lanjut. “Pembangunan perlu merespons dinamika internal para pemeluk agama dengan cara memfasilitasi semua pihak, baik yang moderat maupun konservatif, untuk ikut terlibat di dalam penyusunan ini. Keinginan mereka perlu didengar, termasuk yang paling berisik sekalipun, lalu ditimbang dan diputuskan secara rasional bagi kemaslahatan publik dalam kerangka teknokrasi yang demokratis,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Kaltim, Margaretha Seting Tekwan Beraan, menyoroti rencana pembangunan IKN dan hubungannya dengan masyarakat dan hutan adat di kawasan tersebut. “Pengalihan kawasan IKN lebih banyak melibatkan pemilik konsesi lahan, bukan dengan masyarakat adat yang lama menghuni daerah tersebut. Pemerintah perlu menyusun protokol penanganan dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat di IKN. Bukan hanya perlindungan terhadap budaya dan kesenian mereka tetapi keseluruhan hidup mereka, salah satunya dengan membiarkan mereka mengelola hutan-hutan adat mereka” usulnya.
Menanggapi usulan dari pembahas termasuk berbagai usulan dari peserta lainnya, Dr. Ir. Subandi Sarjoko, M.Sc, Perencana Ahli Utama (PAU) Kementerian PPN/Bappenas menegaskan berbagai masukan akan menjadi bahan untuk penyempurnaan RPJPN yang saat ini sedang disusun. Dia bahkan berharap semua peserta memberikan usulan secara tertulis kepada Kementerian PPN/Bappenas. Seri Forum Konsultasi Publik yang diadakan di Balikpapan kali ini merupakan seri yang terakhir setelah sebelumnya terselenggara di Bandung dan Mataram. Kegiatan didukung oleh INOVASI yang merupakan program kemitraan Pemerintah Australia dan Indonesia di bidang pendidikan.